Uang pecahan Rp 100.000,- yang notabene adalah uang kertas dengan nominal terbesar di indonesia dan pecahan Rp 1000,- sebagai uang kertas dengan nominal terkecil. Keduanya dibuat oleh perusahaan yang sama yaitu PERURI, dibuat dari bahan yang sama, dan disimpan ditempat yang sama pula sebelum akhirnya beredar di masyarakat sebagai alat pembayaran yang sah.
Suatu hari, tibalah saatnya uang uang tersebut
diedarkan di masyarakat. Uang uang baru tersebut pun akhirnya beredar dan
berpisah satu sama lain, beredar di semua tingkatan masyarakat, dari tingkat
ekonomi atas sampai tingkat ekonomi yang paling bawah. Hari silih berganti,
bulan pun terus berlalu berubah menjadi taun, dan akhirnya setelah beberapa
tahun secara tidak sengaja, kedua pecahan uang kertas Rp 100.000,- dan Rp
1000,- pun bertemu ditempat yang sama, dalam dompet seorang pemuda yang gagah
dan tampan bernama dhien purple. Maka terjadilah perbincangan antara
kedua pecahan uang kertas tersebut. dimulai dengan uang kertas Rp 100.000,-
yang bertanya kepada uang kertas Rp 1000,-
Sebut saja
uang Rp 100.000,- sebagai "X" dan uang Rp 1000,- sebagai
"Y". X: kenapa kamu begitu kusut kucel kumel bau amis lagi? dan Y pun menjawab
Y: aku begitu keluar dari bank langsung disambut sama
tukang dagang asongan, lalu diberikan kepada tukang parkir, dipegang sama anak
anak kecil, lalu kembali lagi kepada penjual ikan dipasar dan itulah yang
menyebabkan aku kucel dan bau amis.
X: sungguh malang benar
nasibmu kawan," sahut X
Lalu Y pun balik bertanya kepada X
Y: kenapa kamu masih bersih,gak kucel dan bau kaya aku?" dan X pun menjawab
X: karena aku begitu keluar
dari bank langsung disambut sama pegawai kantoran, lalu aku dibawa ke mall mall
besar dan juga hotel berbintang, disitulah tempat tempat aku beredar, bahkan di
dompet pun aku jarang sekali keluar
Y: apakah kamu
pernah berada di tempat ibadah? lalu X menjawab X: belum pernah
Y: ketahuilah kawan, walaupun aku cuma Rp 1000,- tapi
aku selalu dekat dengan masyarakat bawah, aku selalu berada di kotak amal,
ditangan anak yatim, juga ditangan pengemis. bahkan aku juga bersyukur kepada
tuhan karena aku tercipta bukan sebuah nilai tapi sebuah manfaat.
Lalu
menangislah uang Rp 100.000,- karena merasa keberadaannya tidak bermanfaat.
Demikianlah sepenggal kisah dari tanah nusantara. Pada
dasarnya, manusia itu diciptakan dari bahan yang sama dan ditempat yang sama
pula yaitu rahim seorang ibu. Namun begitu terlahir ke dunia di situlah terjadi
perbedaan. Ada yang memiliki pangkat dan jabatan tinggi dan ada pula yang jadi
rakyat biasa. Namun apalah arti sebuah pangkat dan jabatan tanpa memberikan manfaat
bagi sesama. Lebih baik rakyat biasa tanpa pangkat tapi bermanfaat bagi sesama
daripada punya pangkat tapi cuma dijadikan bahan kesombongan.
Sebagaimana
hadits Rosulullah SAW "sebaik baik manusia ialah yang memberikan manfaat
bagi sesamanya". Semoga cerita singkat ini bisa jadi bahan renungan
Wallohu alam....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar